Apa yang terlintas di kepala ketika mendengar tentang penyakit kusta?
Penyakit yang sulit diobati? Penyakit kutukan karena dosa? Penderitanya dikucilkan oleh lingkungan? Deskriminasi yang diterima seperti diejek, dikeluarkan dari sekolah dan pekerjaan?
Yaa, fakta itu memanglah benar. Masyarakat kita apalagi yang tinggal di daerah yang minim informasi dan edukasi masih memberikan stigma negatif pada penderita kusta. Tantangan ini merupakan masalah besar di negara kita karena data menunjukkaan Indonesia termasuk negara dengan kasus kusta tertinggi setelah India dan Brazil.

Apakah Kusta itu?
Kusta atau Lepra adalah salah satu penyakit tertuaq di dunia yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang menyerang jaringan kulit, syaraf selain otak, alat gerak dan mata. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian tetapi berisiko mengalami disabilitas apabila tidak diberikan pengobatan sejak dini.
Gejala awal yang muncul adalah bercak-bercak putih atau merah atau hitam pada kulit kemudian tangan dan kaki menjadi lemas dan mati rasa. Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kusta menyebabkan kulit semakin hancur dan badan semakin sakit. Kusta merupakan penyakit infeksi kronik tetapi bisa disembuhkan dengan obat.
Live Streaming talkshow tentang kusta yang diselenggarakan oleh NLR Indonesia dan KBR.id bekerja sama dengan Kemenko PMK pada tanggal 27 Juli 2022 lalu membuka hati dan kesadaran untuk lebih peduli pada OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) karena mengalami deskriminasi. Webinar ini juga memberikan informasi seputar kusta sehingga masyarakat tidak perlu takut lagi dengan kusta.
Beruntung saya mendengar juga sharing dari Mas Mahdis Mustafa, seorang penyintas kusta yang semakin berdaya. Kini Mas Mahdis telah bekerja kembali dan menjabat sebagai cleaning service supervisor pada PT Azaretha Hana Mega Trading di Makassar.
Mas Mahdis pertama kali mendapat diagnosa penyakit kusta ini pada tahun 2010. Ia kemudian rutin mengkonsumsi obat selama 1 tahun dan akhirnya bisa sembuh dan kembali bekerja. Awal bekerja Mas Mahdis juga jujur kepada pihak HRD mengatakan bahwa dirinya penyintas kusta tetapi tempat bekerjanya sangat terbuka dan memberikan kesempatan untuk bekerja. Ini juga menjadi pesan dari Mas Mahdis untuk para OYPMK untuk terbuka dari awal. Lebih baik sakit dimuka karena ditolak daripada sakit belakangan dikeluarkan dari pekerjaan karena ketahuan tidak jujur tentang riwayat kesehatan.
Narasumber lain yaitu drg. Agus Suprapto, M.Kes dari Kemenko PMK menegaskan bahwa penyakit kusta ini sudah ada obatnya dan bisa disembuhkan. Orang yang sembuh sudah setara dengan orang normal jadi tidak perlu dikucilkan lagi. Mereka juga bisa kembali bekerja dan bersosialisasi di tengah masyarakat.

Nyatanya, penularan kusta ini tidak mudah kok. Hanya orang yang mempunyai kontak erat 20 jam berturut-turut selama 1 minggu yang bisa tertular dan kemungkinan hanya keluarga dekat. Biasanya, jika dalam sebuah keluarga ada yang menderita kusta, maka anggota keluarga lain yang merawatnya juga harus konsumsi obat pencegah untuk memutus rantai kusta dalam keluarga.
Kesempatan Kerja bagi OYPMK
Kesempatan kerja untuk penyandang disabilitas dan OYPMK di tengah stigma negatif ini sebenarnya tetap tersedia. Para pembuka lapangan pekerjaan, pihak HRD juga membutuhkan informasi yang benar tentang kusta bahwa OYPMK masih bisa produktif dan berdaya. Meskipun masa pemulihan sangat berat secara fisik dan mental, OYPMK butuh kemauan serta motivasi tinggi dari dalam diri juga untuk kemballi berdaya di tengah masyarakat.
Seperti pengalaman Mah Mahdis yang tidak ingin terlalu membebani keluarga. Dengan keterbatasan dana dan kondisi tubuh saat itu, Mas Mahdis memberanikan diri untuk menawarkan jasa kebersihan di rumah sakit tempat ia dirawat.
Kualitas hidup penderita kusta memang menurun secara fisik dengan rasa sakit dan harus minum obat secara rutin. Tetapi apabila pihak tempat bekerja memberikan kepercayaan diri, mendukung dan tidak membebani dengan pekerjaan berat atau pertanyaan yang menjatuhkan mental maka OYPMK semakin lama juga bias meningkatkan kwalitas dan taraf hidupnya.
Ada pesan penting Mas Mahdis untuk sesama OYPMK yaitu:
Jangan Terlalu Pikirkan Apa Kata Orang
Orang lain mungkin tidak secara langsung mengatakan /anti pada OYPMK karena mereka takut tertular. Untuk hal ini sabar dan tenangkan diri yaa karena sudah sembuh dari kusta. Buat diri bahagia tanpa terbebani dengan prasangka dan stigma orang lain.
Gali Potensi Diri
Menjadi OYPMK seringkali membuat minder, merasa nantinya tidak berguna. Buang jauh perasaan itu. Setiap kita tentunya punya kesempatan yang sama dalam bidang pekerjaan asal mempunyai kemauan dan niat. Tidak harus bekerja di kantor, bekerjalah sesuai dengan kemampuan. Mungkin saja sebagai kurir, driver, penjahit dan masih banyak pilihan lain.
Peran Pemerintah Meningkatkan Taraf Hidup OYPMK
Kemenko PMK sebagai koordinator untuk beberapa kementrian seperti Kemensos, Kemenag, Kemendikbud, Kemenkes ini tidak hanya mengurus masalah klinis seperti obat kusta. Lebih jauh mereka mengupayakan berbagai kebutuhan setelah melakukan pengobatan penyintas kusta ini lalu bagaimana?
Apakah ada kesempatan kerja yang terbuka?
Apakah kehidupan sehari-harinya sudah aman dari diskrimasi?
Apakah kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi?
Pemerintah juga sedang memberi perhatian khusus untuk kasus kusta di daerah Papua. Karena mereka mengalami kasus reaktif terhadap pengobatan yang dampaknya mereka juga mengalami alergi terhadap obat yang dipakai.
Selain memberikan edukasi dan meningkatkan literasi pada masyarakat, pemberian dukungan pada OYPMK dan keluarga, memberikan akses berobat dan menjalani pengobatan yang sesuai semoga bisa memutus rantai kusta di Indonesia.
Mari bersama-sama kita hapuskan stigma dan diskriminasi pada penderita kusta!